Indonesia mengalami masa penjajahan beberapa periode. Empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda, Inggris dan Jepang. Belanda berkuasa selama sekitar 350 tahun, yang menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan kebijakan yang Belanda lakukan di Hindia Belanda (Indonesia).
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) tahun 1620
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi antara lain :
1. Hak mencetak uang
2. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
3. Hak menyatakan perang dan damai
4. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
5. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC.
Pendudukan Inggris (1811 – 1816)
Inggis berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Dengan Landrent, penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris.
Peubahan yang cukup mendasar dalam dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris di Hindia Belanda.
Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia.
· ORDE LAMA
Masa Pasca Kemerdekaan (1945 – 1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan sangat buruk, antara lain disebabkan oleh inflasi yang tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali yang dapat mempengaruhi kenaikan tingkat harga. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI. Kas negara kosong. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1957)
Disebut masa liberal karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal.
1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950 untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
2. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi.
5. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia –Belanda.
Masa Domokrasi Terpimpin (1959 – 1967)
Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (seluruhnya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik dan ekonomi.
· ORDE BARU
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650% pertahun.
Maka dipilih sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila yang merupakan praktek dari teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas.
Hasilnya Indonesia berhasil menurunkan angka kemiskinan, perbaikan kesejahteraan rakyat dan industrialisasi meningkat pesat. Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, penumpukan hutang luar negeri, serta pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat KKN. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
· ORDE REFORMASI
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan.
Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Di masa ini direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan presiden SBY adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan lain yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin, PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini, yakni BI rate, nilai tukar, operasi moneter dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas, serta makroprudensial lalu lintas modal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar